CARA MENYUSUN KONVENSI NASKAH DAN
PENYUNTINGAN
MAKALAH
Tugas pada Mata
Kuliah Bahasa Indonesia
PSIK Kelas A-1
Semester 2
Dosen Pengampu
1.Puji Astuti
2.Nukmin
3.Darwin Effendi
4.Nina Yuliana
Di
susun oleh kelompok 12:
Nia ramadhani NPM 13.14201.30.48
Nessy Oktavia NPM 13.14201.30.46
Sukanik NPM 13.14201.30.47
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA HUSADA
PALEMBANG 2014
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur penulis ucapkan terima kasih
atas ke hadirat Allah SWT karena berkat dan
karunia-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Konvensi
Naskah dan Penyuntingan dalam penulisan makalah ini tidak lepas dari bantuan
bimbingan dan arahan dari semua pihak, baik langsung maupun tidak langsung.
Konvensi
naskah adalah penulisan sebuah naskah berdasarkan ketentuan, aturan yang sudah
lazim, dan sudah disepakati,sedangkan Penyuntingan berasal dari kata dasar
sunting melahirkan bentuk turunan menyunting (kata kerja), penyunting (kata
benda), dan peyuntingan (kata benda).
Kata
menyunting bermakna (1) mempersiapkan naskah siap cetak atau siap terbit dengan
memperhatikan segi istematika penyajiannya, isi, dan bahasa (menyangkut ejaan,
diksi, dan struktur kalimat); mengedit; (2) merencanakan dan mengarahkan
penerbitan (surat kabar, majalah); (3) menyusun dan merakit (film, pita
rekaman) dengan cara memotong-motong dan memasang kembali (KBBI, 2001 : 1106)
Oleh
karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih
kepada dosen yang membimbing dalam penulisan makalah ini.
1.Ibu Puji Astuti
2.Bapak Nukmin
3.Bapak Darwin Effendi
4.Ibu
Nani Yuliana
Harapan
agar penulisan makalah ini dapat diterima oleh pembaca supaya bisa bermanfaat
untuk halayak banyak agar dapat membantu dalam penyelesai tugas-tugas di lain
kesempatan.
Penulis
DAFTAR ISI
KATAPENGANTAR………………………………………………………………..i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………..ii
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang……………………………………………………....................1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………….2
1.3 Tujuan……………………………………………………………………………2
1.4 Manfaat…………………………………………………………………………..2
2.
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Konvensi naskah……………………………………………………..2
2.2
Pengertian Penyuntingan……………………………………………………….18
3.PENUTUP
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………..25
3.2 Saran…………………………………………………………………………….25
DAFTAR
PUSTAKA
CARA MENYUSUN KONVENSI NASKAH DAN PENYUNTINGAN / BEDAH
KTI
Disusun oleh:
1. Nia Ramadhani NPM
13.14201.30.48
2. Nessy Oktavia NPM
13.14201.30.47
3. Sukanik NPM 13.14201.30.49
1. PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Bahasa Indonesia adalah
bahasa nasional Bangsa Indonesia. Sebagai bahasa nasional, Bahasa Indonesia
berfungsi sebagai bahasa pemersatu berbagai bahasa daerah di Indonesia. Contoh
kasus, jika orang jawa yang memakai bahasa Jawa dalam berkomunikasi, dan orang
Irian yang berkomunikasi dengan bahasa daerahnya. Suatu ketika mereka harus
berkomunikasi satu sama lain. Jika mereka menggunakan bahasa daerahnya
masing-masing dalam berkomunikasi, tentunya komunikasi akan sulit dilakukan,
karena kemungkinan keduanya tidak dapat saling mengerti. Dalam kasus seperti ini,
Bahasa Indonesia sangat diperlukan dalam berkomunikasi.
Bahasa tidak hanya
digunakan dalam komunikasi secara lisan, tetapi juga dalam komunikasi secara
tertulis. Begitu halnya dengan Bahasa Indonesia. Dalam penggunaanya, Bahasa
Indonesia memiliki aturan-aturan baku.
Sebagaimana telah diketahui, bahwa di zaman sekarang
sudah banyak sekali penulis yang terkenal, dengan tulisan-tulisannya telah
membuat para pembaca dapat memahami dan mengerti dengan apa yang ditulis dan
apa yang dimaksud dari tulisan tersebut.
Akan
tetapi, bagi seorang penulis yang menyampaikan gagasan atau isi pikiran yang
akan dituangkan dalam suatu tulisan. Maka, penulis harus pandai memilih kata
yang tepat sehingga dapat merangkai kata manjadi kalimat yang ringkas, jelas,
dan juga mudah dipahami. Oleh karena itu, penulis akan mencoba menjelaskan
segala ketentuan-ketentuan dalam penulisan naskah atau disebut juga dengan
konvensi naskah.
Dengan
mempelajari konvensi naskah, penulis dapat menciptakan tulisan yang indah dalam
menampilkan sebuah tulisan itu sendiri, sehingga pembaca tertarik untuk membaca
tulisan tersebut.
1.2
Rumusan
Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan konvensi naskah ?
2. Apakah syarat formal penulisan sebuah naskah ?
3.Apa hakikat penyuntingan?
4.Apa tujuan penyuntingan?
1.3 Tujuan
Pembuatan makalah ini
bertujuan untuk mengetahui cara-cara penulisan dalam bahasa Indonesia dan
menghasilkan penampilan tulisan yang indah sesuai dengan aturan yang ada, demi
menarik minat para pembaca. Selain itu untuk memenuhi tugas pembuatan makalah
matakuliah softskill Bahasa Indonesia1.
1.4
Manfaat
Manfaat dibuatnya makalah ini adalah, sebagai
berikut:
1. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian dari
konvensi naskah.
2. Supaya mahasiswa dapat menghasilkan tulisan
dengan penampilan yang indah dengan aturan yang benar.
3. Memberikan kemudahan kepada mahasiswa dalam
membuat suatu karya tulis.
2.
PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian Konvensi Naskah
Untuk
membuat sebuah naskah yang baik, sebelumnya kita harus membuat kerangka
karangan terlebih dahulu. Dalam kerangka karangan akan terlihat bab-bab,
sub-sub bab yang mengandung ide-ide pokok dari suatu naskah. Setelah itu
pengembangan pun akan mudah dilakukan dan naskah yang dihasilkan sistematis.
Selain
hal diatas, dalam pembuatan naskah juga harus memperhatikan struktur kalimat
dan pilihan kata/diksi, agar naskah yang kita tulis itu jelas, teratur dan
menarik untuk di baca.
Selain
hal-hal diatas, hal terpenting lainnya adalah naskah harus memenuhi
syarat-syarat tertentu seperti persyaratan formal. Persyaratan formal
mensyaratkan naskah supaya bentuk atau wajah tampak menarik dan indah.
Persyaratan formal ini meliputi bagian-bagian pelengkap dan kebiasaan-kebiasaan
yang harus diikuti dalam dunia kepenulisan yang umum disebut konvensi naskah.
Konvensi naskah adalah penulisan sebuah naskah berdasarkan ketentuan, aturan
yang sudah lazim, dan sudah disepakati.
Berdasarkan
persyaratan formal ini, dapat dibedakan lagi karya yang dilakukan secara
formal, semi formal, dan non formal. Maksud secara formal adalah bahwa suatu
karya memenuhi semua persyaratan lahiriah yang dituntut konvensi. Maksud secara
semi formal adalah bahwa suatu karya tidak memenuhi semua persyaratan lahiriah
yang dituntut konvensi. Dan maksud secara non formal adalah bahwa suatu karya
tidak memenuhi syarat-syarat formalnya.
2.1.2.
Syarat Formal Penulisan Sebuah Naskah
Pengorganisasian
karangan sangat diperlukan dalam menyusun sebuah karangan. Pengorganisasian
karangan adalah penyusunan seluruh unsur karangan menjadi satu kesatuan
karangan dengan berdasarkan formal kebahasaan yang baik, benar, cermat, logis,
penguasaan, wawasan keilmuan bidang kajian yang ditulis secara memadai dan
format pengetikan yang sistematis. Persyaratan formal yang harus dipenuhi
sebuah karya tulis yaitu Bagian pelengkap pendahuluan, isi karangan, bagian
pelengkap penutup.
A. Bagian Pelengkap
Pendahuluan
a. Judul Pendahuluan
(Judul Sampul)
b. Halaman Judul
c. Halaman Persembahan
(kalau ada)
d. Halaman Pengesahan
(kalau ada)
e. Kata Pengantar
f. Daftar Isi
g. Daftar Gambar (kalau
ada)
h. Daftar Tabel (kalau
ada)
B. Bagian Isi Karangan
a. Pendahuluan
b. Tubuh Karangan
c. Kesimpulan
C. Bagian Pelengkap
Penutup
a. Daftar Pustaka
(Bibliografi)
b. Lampiran (Apendix)
c. Indeks
d. Riwayat Hidup
Penulis
A. Bagian Pelengkap Pendahuluan
Bagian
pelengkap pendahuluan atau halaman-halaman pendahuluan tidak menyangkut isi
karangan. Bagian ini dipersiapkan sebagai bahan informasi bagi pembaca dan
menampilkan karangan tersebut dalam bentuk yang lebih menarik.
a. Judul Pendahuluan (Judul
Sampul) dan Halaman Judul
Judul
pendahuluan adalah nama karangan. Pada halaman judul pendahuluan tidak
megandung apa-apa kecuali judul karangan. Penulisan judul karangan dengan huruf
kapital dan letaknya ditengah sedikit ke atas. Tetapi variasi format lainnya
juga banyak.
Pada
makalah atau skripsi, halaman judul mencantumkan nama karangan, penjelasan
tugas, nama pengarang, kelengkapan indentitas pengarang (NPM, kelas), nama unit
studi atau unit kerja, nama lembaga(jurusan, fakultas, universitas), nama kota
dan tahun penulisan.
Untuk
memberikan daya tarik pembaca, penyusunan judul perlu memperhatikan unsur-unsur
sebagai berikut:
• Judul menggambarkan
keseluruhan isi karangan.
• Judul harus menarik
pembaca baik makna maupun penulisannya.
• Sampul: nama
karangan, penulis, dan penerbit.
• Halaman judul: nama
karangan, penjelasan adanya tugas, penulis, kelengkapan identitas pengarang,
nama unit studi, nama lembaga, nama kota, dan tahun penulisan (dalam pembuatan
makalah atau skripsi).
• Seluruh frasa ditulis
pada posisi tengah secara simetri (untuk karangan formal), atau model lurus
pada margin kiri (untuk karangan yang tidak terlalu formal).
Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam pembuatan makalah atau skripsi pada halaman judul:
• Judul diketik dengan
huruf kapital, misalnya:
UPAYA MENGATASI
KEMISKINAN PADA
MASYARAKAT PEMUKIMAN
KUMUH
DI KELURAHAN JATINEGARA
JAKARTA TIMUR
• Penjelasan tentang
tugas disusun dalam bentuk kalimat, misalnya:
Makalah ini Disusun
untuk Melengkapi Ujian Akhir
Mata Kuliah Bahasa Indonesia
Semester Ganjil 2011
Atau
Skripsi ini Diajukan
untuk Melengkapi Ujian Sarjana Ilmu Komputer pada
Fakultas Ilmu Komputer
Universitas Gunadarma
• Nama penulis ditulis
dengan huruf kapital, di bawah nama dituliskan Nomor Induk Mahasiswa (NIM),
misalnya:
RAKHMAT MALIK IBRAHIM
11122334
• Logo universitas
untuk makalah, skripsi, tesis, dan disertasi; makalah ilmiah tidak diharuskan
menggunakan logo.
• Data institusi
mahasiswa mencantumkan program studi, jurusan, fakultas, unversitas, nama kota,
dan tahun ditulis dengan huruf kapital, misalnya:
JURUSAN SISTEM
INFORMASI
FAKULTAS ILMU KOMPUTER
& TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS GUNADARMA
JAKARTA
2011
Hal-hal yang harus
dihindarkan dalam halaman judul karangan formal:
Ø Komposisi tidak
menarik.
Ø Tidak estetik.
Ø Hiasan gambar tidak
relevan.
Ø Variasi huruf jenis
huruf.
Ø Kata “ditulis
(disusun) oleh.”
Ø Kata “NIM/NRP.”
Ø Hiasan, tanda-tanda,
atau garis yang tidak berfungsi.
Ø Kata-kata yang berisi
slogan.
Ø Ungkapan emosional.
Ø Menuliskan kata-kata
atau kalimat yang tidak berfungsi.
b. Halaman Persembahan
Bagian
ini tidak terlalu penting. Bila penulis ingin memasukan bagian ini, maka hal
itu semata-mata dibuat atas pertimbangan penulis. Persembahan ini jarang
melebihi satu halaman, dan biasanya terdiri dari beberapa kata saja, misalnya:
Kutulis novel ini
dengan cahaya cinta
untuk mahar menyunting
belahan jiwa,
Muyasaratun Sa’idah
binti KH. Muslim Djawahir, alm.
Rabbana hab lanaa min
azwaajinaa wa dzurriyyaatinaa
Qurrata a’yuni
waj’alnaa lil muttaqiina imaama. Amin.[3]
Bila penulis menganggap
perlu memasukkan persembahan ini, maka persembahan ini ditempatkan berhadapan
dengan halaman belakang judul buku, atau berhadapan dengan halaman belakang
cover buku, atau juga menyatu dengan halaman judul buku.
c. Halaman Pengesahan
Halaman
pengesahan berfungsi sebagai bukti bahwa karya tulis telah memenuhi persyaratan
administratif sebagai karya ilmiah. Halaman ini biasanya ditanda tangani oleh
pembimbing, penguji dan ketua jurusan. Halaman pengesahan biasanya dilampirkan
pada skripsi, tesis, disertasi. Sedangkan untuk makalah atau karangan lainnya
tidak harus mensertakan halaman ini. Halaman pengesahan ditulis dengan
mengikuti persyaratan formal urutan dan tata letak unsur-unsur yang tertulis di
dalamnya.
Judul
karangan ditulis dengan menggunakan huruf kapital seluruhnya dan diletakkan
ditengah-tengah antara margin kiri dan kanan. Nama lengkap dan gelar akademis
pembimbing materi, penguji, ketua program jurusan ditulis secara benar dan
disusun secara simetri kiri-kanan dan atas-bawah. Nama kota dan tanggal
pengesahan ditulis di atas kata ketua jurusan.
Hal-hal yang harus
dihindarkan:
Ø Menggaris-bawahi nama
dan kata-kata lainnya.
Ø Menggunakan titik
atau koma pada akhir nama.
Ø Tulisan melampaui
garis tepi.
Ø Menulis nama tidak
lengkap.
Ø Menggunakan huruf
yang tidak standar.
Ø Tidak mencantumkan
gelar akademis.
d. Kata Pengantar
Kata
pengantar merupakan bagian dari karangan yang isinya berupa penjelasan mengenai
motivasi menulis sebuah karangan. Kata pengantar berfungsi seperti sebuah surat
pengantar. Setiap karangan ilmiah seperti: buku, skripsi, tesis,
disertasi,makalah harus melampirkan halaman kata pengantar yang menyajikan
informasi sebagai berikut:
• Ucapan syukur kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
• Penjelasan adanya
tugas penulisan karya ilmiah (untuk skripsi, tesis, disertasi, atau laporan
formal ilmiah).
• Penjelasan
pelaksanaan penulisan karya ilmiah (untuk skripsi, tesis, disertasi, atau
laporan formal ilmiah).
• Penjelasan adanya
bantuan, bimbingan, dan arahan dari seseorang, sekolompok orang, atau
organisasi/lembaga.
• Ucapan terima kasih
kepada seseorang, sekolompok orang, atau organisasi/lembaga yang membantu.
• Penyebutan nama kota,
tanggal, bulan, tahun, dan nama lengkap penulis, tanpa dibubuhi tanda-tangan.
• Harapan penulis atas
karangan tersebut.
• Manfaat bagi pembaca
serta kesediaan menerima kritik dan saran.
Kata
pengantar merupakan bagian keseluruhan dari suatu karangan ilmiah yang sifatnya
formal dan ilmiah. Oleh sebab itu dalam penulisannya harus menggunakan
kata-kata yang baku, baik dan benar. Isi dari kata pengantar tidak membahas
tentang pendahuluan, isi, penutup. Dan berlaku sebaliknya, hal-hal yang sudah
dibahas dibagian kata pengantar tidak boleh di bahas lagi dalam isi karangan.
Hal-hal yang harus
dihindarkan:
• Menguraikan isi
karangan.
• Mengungkapkan
perasaan berlebihan.
• Menyalahi kaidah
bahasa.
• Menunjukkan sikap
kurang percaya diri.
• Kurang meyakinkan.
• Kata pengantar
terlalu panjang.
• Menulis kata
pengantar semacam sambutan.
• Kesalahan bahasa:
ejaan, kalimat, paragraf, diksi, dan tanda baca tidak efektif.
e. Daftar Isi
Daftar
isi merupakan pelengkap dari pendahuluan yang isinya memuat garis besar isi
karangan secara lengkap dan menyeluruh dari halaman pertama sampai halaman terakhir.
Fungsi dari halaman ini untuk menyajikan informasi nomor halaman dari judul
bab, sub bab, dan unsur-unsur pelengkap dari buku yang bersangkutan.
Daftar isi disusun
secara konsisten baik penomoran, penulisan, maupun tata letak judul bab, judul
sub-sub bab.
f. Daftar Gambar
Bila
suatu karangan memuat suatu gambar-gambar, maka setiap gambar tersebut harus
ditulis di dalam daftar gambar yang menginformasikan judul gambar dan nomor
halaman gambar tersebut.
g. Daftar Tabel
Bila
suatu karangan memuat suatu tabel-tabel, maka setiap tabel tersebut harus
ditulis di dalam daftar tabel yang menginformasikan nama tabel dan nomor
halaman tabel tersebut.
B. Bagian Isi Karangan
Isi
karangan merupakan inti dari sebuah karangan. Bagian-bagian isi karangan akan
dijelaskan pada sub-sub bab berikut.
a.
Pendahuluan
Pendahuluan
merupakan bab 1 dalam sebuah karangan yang tujuannya adalah menarik perhatian
pembaca, memusatkan perhatian pembaca terhadap masalah yang dibicarakan dan
menunjukkan dasar yang sebenarnya dari uraian itu. Pendahuluan terdiri dari
latar belakang, masalah, tujuan pembahasan, pembatasan masalah, landasan teori
dan metode pembahasan. Keseluruhan isi pendahuluan mengantarkan pembaca pada
materi yang akan dibahas, dianalisis, diuraikan dalam bab 2 sampai bab
terakhir.
Untuk menulis
pendahuluan yang baik, penulis perlu memperhatikan pokok-pokok yang harus
tertuang dalam masing-masing unsur pendahuluan sebagai berikut:
1) Latar belakang
masalah, menyajikan:
• Penalaran (alasan)
yang menimbulkan masalah atau pertanyaan yang akan diuraikan jawabannya dalam
bab pertengahan antara pendahuluan dan kesimpulan dan dijawab atau ditegaskan
dalam kesimpulan. Untuk itu, arah penalaran harus jelas, misalnya deduktif,
sebab-akibat, atau induktif.
• Kegunaan praktis
hasil analisis, misalnya: memberikan masukan bagi kebijakan pimpinan dalam
membuat keputusan, memberikan acuan bagi pengembangan sistem kerja yang akan
datang.
• Pengetahuan tentang
studi kepustakaan, gunakan informasi mutakhir dari buku-buku ilmiah, jurnal,
atau internet yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Penulis hendaklah
mengupayakan penggunaan buku-buku terbaru.
• Pengungkapan masalah
utama secara jelas dalam bentuk pertanyaan, gunakan kata tanya yang menuntut
adanya analisis, misalnya: bagaimana...., mengapa.....
• Tidak menggunakan
kata apa karena tidak menuntut adanya analisis, cukup dijawab dengan ya atau
tidak.
2) Tujuan penulisan
berisi:
• Target, sasaran, atau
upaya yang hendak dicapai, misalnya: mendeskripsikan hubungan X terhadap Y; membuktikan
bahwa budaya tradisi dapat dilestarikan dengan kreativitas baru; menguraikan
pengaruh X terhadap Y.
• Upaya pokok yang
harus dilakukan, misalnya: mendeskripsikan data primer tentang kualitas budaya
tradisi penduduk asli Jakarta; membuktikan bahwa pembangunan lingkungan
pemukiman kumuh yang tidak layak huni memerlukan bantuan pemerintah.
• Tujuan utama dapat
dirinci menjadi beberapa tujuan sesuai dengan masalah yang akan dibahas. Jika
masalah utama dirinci menjadi dua, tujuan juga dirinci menjadi dua.
3) Ruang lingkup
masalah berisi:
• Pembatasan masalah
yang akan dibahas.
• Rumusan detail
masalah yang akan dibahas.
• Definisi atau batasan
pengertian istilah yang tertuang dalam setiap variabel. Pendefinisian merupakan
suatu usaha yang sengaja dilakukan untuk mengungkapkan suatu benda, konsep,
proses, aktivitas, peristiwa, dan sebagainya dengan kata-kata.[4]
4) Landasan teori
menyajikan:
• Deskripsi atau kajian
teoritik variabel X tentang prinsip-prinsip teori, pendapat ahli dan pendapat
umum, hukum, dalil, atau opini yang digunakan sebagai landasan pemikiran
kerangka kerja penelitian dan penulisan sampai dengan kesimpulan atau
rekomendasi.
• Penjelasan hubungan
teori dengan kerangka berpikir dalam mengembangkan konsep penulisan, penalaran,
atau alasan menggunakan teori tersebut.
5) Sumber data
penulisan berisi:
• Sumber data sekunder
dan data primer.
• Kriteria penentuan
jumlah data.
• Kriteria penentuan
mutu data.
• Kriteria penentuan
sample.
• Kesesuaian data
dengan sifat dan tujuan pembahasan.
6)Metode dan teknik
penulisan berisi:
• Penjelasan metode
yang digunakan dalam pembahasan, misalnya: metode kuantitatif, metode
deskripsi, metode komparatif, metode korelasi, metode eksploratif, atau metode
eksperimental.
• Teknik penulisan
menyajikan cara pengumpulan data seperti wawancara, observasi, dan kuisioner;
analisis data, hasil analisis data, dan kesimpulan.
7) Metode dan teknik
penulisan berisi:
• Gambaran singkat
penyajian isi pendahuluan, pembahasan utama, dan kesimpulan.
• Penjelasan lambang-lambang,
simbol-simbol, atau kode (kalau ada).
b. Tubuh Karangan
Tubuh
karangan atau bagian utama karangan merupakan inti karangan berisi sajian
pembahasan masalah. Bagian ini menguraikan seluruh masalah yang dirumuskan pada
pendahuluan secara tuntas (sempurna). Di sinilah terletak segala masalah yang
akan dibahas secara sistematis. Kesempurnaan pembahasan diukur berdasarkan
kelengkapan unsur-unsur berikut ini:
1) Ketuntasan materi:
Materi
yang dibahas mencakup seluruh variabel yang tertulis pada kalimat karangan,
baik pembahasan yang berupa data sekunder (kajian teoretik) maupun data primer.
Pembahasan data primer harus menyertakan pembuktian secara logika, fakta yang
telah dianalisis atau diuji kebenarannya, contoh-contoh, dan pembuktian lain
yang dapat mendukung ketuntasan pembenaran.
2) Kejelasan
uraian/deskripsi:
• Kejelasan konsep:
Konsep
adalah keseluruhan pikiran yang terorganisasi secara utuh, jelas, dan tuntas
dalam suatu kesatuan makna. Untuk itu, penguraian dari bab ke sub-bab, dari
sub-bab ke detail yang lebih rinci sampai dengan uraian perlu memperhatikan
kepaduan dan koherensial, terutama dalam menganalisis, menginterpretasikan
(manafsirkan) dan menyintesiskan dalam suatu penegasan atau kesimpulan. Selain
itu, penulis perlu memperhatikan konsistensi dalam penomoran, penggunaan huruf,
jarak spasi, teknik kutipan, catatan pustaka, dan catatan kaki.
• Kejelasan bahasa:
Kejelasan
dan ketetapan pilihan kata yang dapat diukur kebenarannya. Untuk mewujudkan hal
itu, kata lugas atau kata denotatif lebih baik daripada kata konotatif atau
kata kias (terkecuali dalam pembuatan karangan fiksi, kata konotatif atau kata
kias sangat diperlukan)
Kejelasan
makna kalimat tidak bermakna ganda, menggunakan struktur kalimat yang betul,
menggunakan ejaan yang baku, menggunakan kalimat efektif, menggunakan
koordinatif dan subordinatif secara benar.
Kejelasan
makna paragraf dengan memperhatikan syarat-syarat paragraf: kesatuan pikiran,
kepaduan, koherensi (dengan repetisi, kata ganti, paralelisme, kata transisi),
dan menggunakan pikiran utama, serta menunjukkan adanya penalaran yang logis
(induktif, deduktif, kausal, kronologis, spasial).
• Kejelasan penyajian
dan fakta kebenaran fakta:
Kejelasan
penyajian fakta dapat diupayakan dengan berbagai cara, antara lain: penyajian
dari umum ke khusus, dari yang terpenting ke kurang penting; kejelasan urutan
proses. Untuk menunjang kejelasan ini perlu didukung dengan gambar, grafik,
bagan, tabel, diagram, dan foto-foto. Namun, kebenaran fakta sendiri harus
diperhatikan kepastiannya.
Hal-hal lain yang harus
dihindarkan dalam penulisan karangan (ilmiah):
• Subjektivitas dengan
menggunakan kata-kata: saya pikir, saya rasa, menurut pengalaman saya, dan
lain-lain. Atasi subjektivitas ini dengan menggunakan: penelitian membuktikan
bahwa…, uji laboratorium membuktikan bahwa…, survei membuktikan bahwa…,
• Kesalahan: pembuktian
pendapat tidak mencukupi, penolakan konsep tanpa alasan yang cukup, salah
nalar, penjelasan tidak tuntas, alur pikir (dari topik sampai dengan simpulan)
tidak konsisten, pembuktian dengan prasangka atau berdasarkan kepentingan
pribadi, pengungkapan maksud yang tidak jelas arahnya, definisi variabel tidak
(kurang) operasional, proposisi yang dikembangkan tidak jelas, terlalu panjang,
atau bias, uraian tidak sesuai dengan judul.
c. Kesimpulan
Kesimpulan
atau simpulan merupakan bagian terakhir atau penutup dari isi karangan, dan
juga merupakan bagian terpenting sebuah karangan ilmiah. Pembaca yang tidak
memiliki cukup waktu untuk membaca naskah seutuhnya cenderung akan membaca
bagian-bagian penting saja, antara lain kesimpulan. Oleh karena itu, kesimpulan
harus disusun sebaik mungkin. Kesimpulan harus dirumuskan dengan tegas sebagai
suatu pendapat pengarang atau penulis terhadap masalah yang telah diuraikan.
Penulis dapat
merumuskan kesimpulannya dengan dua cara:
• Dalam tulisan-tulisan
yang bersifat argumentatif, dapat dibuat ringkasan-ringkasan argumen yang
penting dalam bentuk dalil-dalil (atau tesis-tesis), sejalan dengan
perkembangan dalam tubuh karangan itu.
• Untuk kesimpulan-kesimpulan
biasa, cukup disarikan tujuan atau isi yang umum dari pokok-pokok yang telah
diuraikan dalam tubuh karangan itu.
C. Bagian Pelengkap
Penutup
Bagian
pelengkap penutup juga merupakan syarat-syarat formal bagi suatu karangan
ilmiah.
a. Daftar pustaka
(Bibliografi)
Setiap
karangan ilmiah harus menggunakan data pustaka atau catatan kaki dan dilengkapi
dengan daftar bacaan. Daftar pustaka (bibliografi) adalah daftar yang berisi
judul buku, artikel, dan bahan penerbitan lainnya yang mempunyai pertalian
dengan sebuah atau sebagian karangan.
Unsur-unsur daftar
pustaka meliputi:
• Nama pengarang:
penulisannya dibalik dengan menggunakan koma.
• Tahun terbit.
• Judul buku:
penulisannya bercetak miring.
• Data publikasi,
meliputi tempat/kota terbit, dan penerbit..
• Untuk sebuah artikel
diperlukan pula judul artikel, nama majalah, jilid, nomor, dan tahun terbit.
Contoh: Tarigan, Henry.
1990. Membaca sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa. (Banyak
versi lainnya, misal: Sistem Harvard, Sistem Vancover, dan lain-lain)
Keterangan:
• Jika buku itu disusun
oleh dua pengarang, nama pengarang kedua tidak perlu dibalik.
• Jika buku itu disusun
oleh lembaga, nama lembaga itu yang dipakai untuk menggantikan nama pengarang.
• Jika buku itu merupakan
editorial (bunga rampai), nama editor yang dipakai dan di belakangnya diberi
keterangan ed. ‘editor’
• Nama gelar pengarang
lazimnya tidak dituliskan.
• Daftar pustaka
disusun secara alfabetis berdasarkan urutan huruf awal nama belakang pengarang.
b. Lampiran (Apendix)
Lampiran
(apendix) merupakan suatu bagian pelengkap yang fungsinya terkadang tumpang
tindih dengan catatan kaki. Bila penulis ingin memasukan suatu bahan informasi
secara panjang lebar, atau sesuatu informasi yang baru, maka dapat dimasukkan
dalam lampiran ini. Lampiran ini dapat berupa esai, cerita, daftar nama, model
analisis, dan lain-lain. Lampiran ini disertakan sebagai bagian dari pembuktian
ilmiah. Penyajian dalam bentuk lampiran agar tidak mengganggu pembahasan jika
disertakan dalam uraian.
c. Indeks
Indeks
adalah daftar kata atau istilah yang digunakan dalam uraian dan disusun secara
alfabetis (urut abjad). Penulisan indeks disertai nomor halaman yang
mencantumkan penggunaan istilah tersebut. Indeks berfungsi untuk memudahkan
pencarian kata dan penggunaannya dalam pembahasan.
d. Riwayat Hidup
Penulis
Buku,
skripsi, tesis, disertasi perlu disertai daftar riwayat hidup. Dalam skripsi
menuntut daftar RHP lebih lengkap. Daftar riwayat hidup merupakan gambaran
kehidupan penulis atau pengarang. Daftar riwayat hidup meliputi: nama penulis,
tempat tanggal lahir, pendidikan, pengalaman berorganisasi atau pekerjaan, dan
karya-karya yang telah dihasilkan oleh penulis.
2.2
Pengertian Penyuntingan
A. Latar
Belakang Penyuntingan
Menjadi
seorang penyunting (editor) ternyata bukanlah tugas yang biasa saja. Jika ingin
menyandang jabatan itu, seseorang harus memikirkan bahwa dia memiliki tanggung
jawab untuk melengkapi dirinya dalam dunia yang luas, yaitu dunia literatur.
Jadi, seorang penyunting tidak hanya bermodal ejaan yang baik dan benar saja,
akan tetapi harus memiliki "beban" sebagai seorang penyunting yang
baik dan benar pula.
"Buku
Pintar Penyuntingan Naskah" yang ditulis oleh Pamusuk Eneste benar-benar
dapat dijadikan salah satu referensi bagi para penyunting, khususnya yang baru
saja menggeluti bidang ini. Isinya tidak hanya hal-hal teknis seputar
penyuntingan, akan tetapi beberapa bab menjelaskan mengenai tugas-tugas,
syarat, dan hal-hal yang harus diperhatikan seorang editor. Bagian-bagian
tersebut dapat membangkitkan semangat untuk lebih mengembangkan diri atau untuk
menguji apakah saat ini seseorang telah menjadi editor yang baik dan benar.
Dalam
menjaga kemantapan atau bahkan peningkatan mutu berkala, fungsi penyaring harus
dijalankan ketat walaupun dalam pelaksanaanya dapat dilakukan baik secara pasif
maupun aktif. Begitu sautu berkala ilmiah terbit, secara tidak langsung telah
tercipta saringan terhadap karangan yang akan dimasukkan. Dari nomor perdata
suatu ilmiah berkala sudah dapat terbaca ruang lingkup bidang , kedalaman
spesialisasi, macam bahasa sebaran dan cakupan.
Geografi,
keteknisan, serta corak pembaca yang menjadi sasarannya. Petunjuk penulis
merupakan saringan kedua sebab hanya karangan yang sesuai dengan petunjuk tadi
diterima untuk diterbitkan. Saringan ketiga dilakukan secara aktif oleh
penyaring dengan menelaah nilai dan kadar ilmiah dwn mgengevakuasi makna
sumbangannya untuk memajuk,an ilmu dan teknologi. Hanya karangan ilmiah yang
lolos bentuk saringan ini yang diproses lebih lanjut untuk di terbitkan.
Untuk
mencapai semua sasaran prsyaratan yang dibakukan ini menjadi hak para
penyunting untuk memperbaiki , merevisi, mgengatur kembali isi dan
menyelaraskan atau terkadang mengubah gaya karya ilmiah yang ditujukan
dseseorang untyuk diterbitkan dalam berkala yang diasuhnya.
Perlu
ditekankan sekali lagi bahwa tugas penyunting karya terbatas pada pengolahan
naskah menjadi suatu bahan yang siap , dan menawasi pelaksaan segi teknis
sampai naskah tadi . penyunting bukan penerbit, jadi mereka tidak bertanggung
jawab atas masalahkeuangan, penyebaluasan serta pengelolaan suatu penerbitan.
Para penyunting bertanggung jawab atas isi dan bukan atas produksi bahan yang
diterbitkan.
Untuk
memapankan peran danm kedudukan penyunting sebagai agen yang ikut berperan
dalam memajukkan ilmu dan teknologi. Sebagai sepak terjang kegiatan penyunting
haruslah didasarkan pada seperangkat kode etik cara bersikap dan bekerja.
Kesadaran akan fungsi terhormat yang harus diisinya diharapkan menumbuhkan
tebinanya korps penyunting dan mitra bestari yang terandalkan. Berikut ini
adalah rangkuman berbagai sikap dan cara kerja yang sangat doisarankan dipatuhi
dalam penyunting dalam menurunkan tugas dan fungsinya.
Buku
pintar ini juga memberikan tuntunan kepada para penyunting tentang pentingnya
setiap proses penyuntingan. Seperti, proses Pra penyuntingan naskah yang
meliputi pengecekan kelengkapan naskah, ragam naskah, daftar isi, bagian-bagian
bab, ilustrasi/tabel/gambar, catatan kaki, informasi mengenai penulis, dan
membaca naskah secara keseluruhan.
Dalam
proses penyuntingan itu sendiri, yang perlu diperhatikan dengan cermat dan
seksama oleh penyunting adalah masalah ejaan, tatabahasa, kebenaran fakta,
legalitas, konsistensi, gaya penulis, konvensi penyuntingan naskah, dan gaya
penerbit/gaya selingkung.
Tidak
kalah pentingnya juga proses pasca penyuntingan naskah. Dalam proses ini setiap
editor harus memeriksan kembali kelengkapan naskah, nama penulis, kesesuai
daftar isi dan isi naskah, tabel/ilustrasi/gambar, prakata/kata pengantar,
sistematikan tiap bab, catatan kaki, daftar pustaka, daftar kata/istilah,
lampiran, indkes, biografi singkat, sinopsis, nomor halaman, sampai siap
diserahkan kepada penulis atau penerbit.
Ternyata
tidak begitu sederhana juga tugas seorang penyunting naskah itu, bukan? Semua
membutuhkan kemauan dan kerja keras untuk dapat menjdi penyunting yang baik dan
benar. Semua kerja keras itu bahkan tidak boleh berhenti pada satu puncak,
harus terus ditingkatkan hari demi hari
B.Hakikat Penyuntingan
Penyuntingan
berasal dari kata dasar sunting melahirkan bentuk turunan menyunting (kata
kerja), penyunting (kata benda), dan peyuntingan (kata benda).
Kata
menyunting bermakna (1) mempersiapkan naskah siap cetak atau siap terbit dengan
memperhatikan segi istematika penyajiannya, isi, dan bahasa (menyangkut ejaan,
diksi, dan struktur kalimat); mengedit; (2) merencanakan dan mengarahkan
penerbitan (surat kabar, majalah); (3) menyusun dan merakit (film, pita
rekaman) dengan cara memotong-motong dan memasang kembali (KBBI, 2001 : 1106)
Orang
yang melakukan pekerjaan menyunting disebut penyunting, yaitu orang yang
bertugas menyiapkan naskah (KBBI, 2001:1106). Selanjutnya kata penyunting
bermakna proses, cara, perbuatan sunting-menyunting; segala sesuatu yang
berhubungan dengan pekerjaan menyunting; pengeditan. Dengan demikian,
penyuntingan naskah adalah pross, cara, perbuatan menyunting naskah
Berdasarkan
perkembangan bahasa Indonesia akhir-akhir ini, istilah penyuntingan
disepadankan dengan kata inggris “ editor “ atau “ redaktur . Kata yang pertama
diturunkan dari bahasa latin “ editor, edi “ yang berarti menghasilkan atau
mengeluarkan ke depan umum. Adapun kata yang ke dua juga dijabarkan dari
perkataan latin “ redigore “ yang bermakna membawa kembali lagi. Kedua
perkataan inggris tadi kemudian berkembang menjadi berarti, menyiapkan,
menyeleksi dan dan menyesuaikan naskah orang lain untuk penerbitan, dengan
catatan bahwa istilah editor lebih sering dipergunakan orang. Dengan demikian
istilah penyuntingan yang kini di populerkan di Indonesia merupakan istilah
yang di selangkan dengan istilah redaksi. Istilah yang terakhir ini sebelumnya
lebih sering di pakai orang berdasarkan hasil serapannya dari bahasabelanda “
Redactic”
Konotasi
yang berkembang di Indonesia lebih mengaitkan istilah redaksi pada surat kabar
dan majalah berkala. Istilah ini sulit diterima untuk kegiatan seperti
mempersiapkan buku buat penerbitan, atau pemeriksaan tugas tesis mahasiswa
sebelum diuji. Perkataan pnyuntingan yang bari digali dari kosakata pribumi itu
dianggap lebih neutral untuk memenuhi berbagai keperluan yang maksudnya semakin
luas. Oleh karena itu, penyuntingan dapat didefenisikan sebagai orang yang
mengatur, memperbaiki, merevisi, mengubah isi dan gaya naskah orang lain, serta
menyesuaikan dengan suatu pola yang dilakukan untuk kemudian membawanya ke
depan umum dalam bentuk terbitan.
Pekerjaan
penyuntingan karya ilmiah untuk diterbitkan bukanlah pekerjaan yang ringan
sehingga tidak dapat dijadikan kegiatan sampingan. Namu , sudah bukan rahasia
lagi bahwa penyuntingan berkala tidak pula pekerjaan berat. Pada pihak lain
penyuntingan menuntut banyak dari seseorang, sebab disamping itu secara
sempurna menguasai bidang. Umumya ia harus mempunyai kesempurnaan bahasa yang
tinggi. Selanjutnya ia pun perlu memahami gaya penyuntingan dan proses
penerbitan ataupun redaksi penernbitan karya termaksud. Oleh karena itu, untuk
dapat memenuhi fungsinya dengan baik seorang penyunting haruslah mempunyai
modal waktu, kemauan, kemampuan, dsiplin kerja serta pemahan teori.
Karena
pentingnya fungsi penyunting sebagai penghubung, haruslah tersedia saluran
akrab dan terbuka diantara penulis-penyunting-pembaca. Semuanya harus satu
nada, satu irama, dan satu gelombang. Keselarasan tersebut akan sangat
menentukan keteraturan isi karya yang disusun oleh penulis, kemudian diolah
penyunting dan dikeluarkan penerbit serta akhirnya di telaah pembaca.
Pengaturan dan penyelarasan semua parameter tadi berada di tangan penyunting
yang kemudian menghasilkan berbagai kategori terbitan berkala.
Menjadi
hak penyunting untuk menggariskan dalam menentukan tingkat keteknisan berkala
yang diasuhnya. Begitu pula para penyuntinglah yang memutuskan bentuk
penampilan majalah, besar ukuran kertas, tata letak dan perwajahan, serta tebal
atau jumlah halaman per nomor atau per jilid. Dalam mengeluarkan petunjuk pada
calon penyumbang naskah, para penyunting majalah bermaksud telah
memformulasikan gaya selingkung yang mutlak harus diisi demi kekosistenannya.
Tetapi, begitu pola ditetapkan, menjadi kewajiban penyunting pula untuk menjaga
kemantapan semua yang telah digariskan tadi.
Penyuntingan
bermaksud mengenal pasti masalah yang terdapat dalam taipskrip dan
menyelesaikannya. Penyuntingan melibatkan tugas-tugas menulis semula, menyusun
semula, melengkapkan, membaiki dan menyelaraskan taipskrip bagi mengawal dan
meningkatkan mutunya untuk tujuan penerbitan.
Untuk
bisa menjadi seorang editor atau penyunting yang baik, ada beberapa syarat yang
harus dipenuhi oleh penyunting. Syarat-syarat tersebut sebagai berikut.
1. Editor
hendaklah mempunyai kelayakan dan pengetahuan dalam bidang yang dinilai.
2. Mempunyai
waktu yang cukup untuk menilai taipskrip dalam tempoh yang ditentukan oleh
Dewan Bahasa dan Pustaka.
3. Bertanggungjawab
terhadap laporan penilaiannya.
C. Tujuan
Penyuntingan
Tujuan
Penyuntingan yang dilakukan oleh para penyunting adalah sebagai berikut.
· Untuk
menjadikan taipskrip sebagai karya yang sempurna yang dapat dibaca dan dihayati
dengan mudah oleh pembaca apabila diterbitkan kelak.
· Untuk
memastikan isi dan fakta taipskrip berkenaan disampaikan dengan jelas, tepat,
dan tidak bercanggah atau menyalahi agama, undang-undang, etika dan norma
masyarakat.
· Untuk
memastikan pengaliran atau penyebaran idea daripada penulis kepada pembaca
dapat disampaikan dalam bahasa yang gramatis, jelas, indah dan menarik.
· Untuk
menjadikan persembahan e-buku yang akan diterbitkan itu dapat menggambarkan
nilai dan identiti karya itu sendiri sehingga dapat menarik minat pembaca.
· Menonjolkan
identiti penerbit dengan memastikan e-buku itu menepati gaya penerbitan
penerbit.
Dalam penyuntingan,
kita mengenal dua tahap penyuntingan, yaitu penyuntingan substansif dan
penyuntingan kopi. Berdasarkan tahap-tahap penyuntingan yang ada, maka ada
beberapa tujuan lain dari penyuntingan.
1. Penyuntingan
Substantif
Tujuan penyuntingan
subtantif dilakukan adalah untuk memastikan hasrat atau idea penulis dapat
disampaikan setepat, sepadat, dan sejelas yang mungkin. Semasa membuat
penyuntingan subtantif, editor akan membaca taipskrip sepintas lalu dengan
memberikan tumpuan kepada kandungan, pendekatan secara menyeluruh, bahasa,
susunan atau konsep taipskrip berkenaan.
Berdasarkan penelitian
tersebut, editor akan membuat teguran dan cadangan kepada penulis untuk sama
ada melengkapkan taipskrip, menulis semula, menyusun semula, menggugurkan atau
memotong bahagian teks atau ilustrasi yang tidak perlu, dan membuat tambahan.
Berikut ialah perkara
yang perlu diteliti semasa penyuntingan substantif:
· Tajuk
tepat dan jelas
· Pembahagian
bab dan tajuk kecil jelas
· Adanya
kesinambungan antara bahagian, bab dan paragraf.
· Keseimbangan
antara setiap bab dan paragraf.
· Taipskrip
tidak bercanggah dengan undang-undang, moral dan agama.
· Penguasaan
bahasa.
· Keselarasan
istilah dan ejaan.
· Bahan
awalan, teks dan akhir hendaklah lengkap mengikut halamankandungan.
· Memastikan
fakta tepat, mencukupi dan fakta yang tidak relevan tidak dimasukkan.
· Petikan
bahan daripada karya lain telah mendapat keizinan.
2. Penyuntingan
Kopi
Tujuan penyuntingan
kopi adalah untuk menghapuskan semua halangan yang wujud antara pembaca dengan
apa yang hendak disampaikan oleh penulis. Penyuntingan kopi memerlukan
perhatian yang teliti terhadap setiap butiran di dalam taipskrip.
Editor perlu
berpengetahuan tentang apa yang patut disunting dan gaya yang patut diikuti di
samping mempunyai kebolehan untuk membuat keputusan dengan cepat, lojik, dan
yang boleh dipertahankan. Semasa membuat suntingan kopi, editor akan membaca
taipskrip berkenaan dengan teliti, iaitu membaca perkataan demi perkataan, ayat
demi ayat, baris demi baris dan kadang-kadang melihat huruf demi huruf. Kebanyakan
daripada masa penyuntingan itu, editor akan berurusan dengan hal penyusunan,
bahasa dan kebolehbacaan taipskrip itu.
Tahapan dalam
penyuntingan kopi:
· Membuat
penyuntingan baris demi baris.
· Memberi
tumpuan khusus kepada fakta dan bahasa.
· Memastikan
kapsyen bagi ilustrasi ringkas, tepat, padat dan lengkap.
· Memastikan
keselarasan ejaan, istilah dan gaya bahasa.
· Memastikan
ketepatan dan keselarasan ilustrasi dan bahan lain dalam teks tersebut.
· Menandakan
teks dengan kaedah tanda atau piawaian sebagai arahan teknikal mengatur huruf.
· Memberi
tumpuan kepada gaya penerbitan.
Berikut ialah hal-hal
yang perlu diteliti semasa penyuntingan kopi:
a) Fakta
- Pastikan semua butiran dalam teks betul. Editor perlu menyemak dengan teliti
untuk memastikan ketepatan. Kadang-kadang kesilapan fakta boleh berlaku semasa
teks ditaip. Contohnya, papan lapis menjadi papan lapik dan tidak mahal
harganya menjadi mahal harganya. Selain itu ada sesetengah pernyataaan yang
tidak tepat dan berunsur negatif sehingga boleh membawa kepada tindakan
undang-undang.
b) Bahasa,
bahasa yang dimaksud mencakup.
· Diksi
ialah pemilihan penggunaan kata-kata. Dalam hal ini editor kopi perlu
memastikan:
- kata-kata
yang dipilih berkesan dari segi maksud dan
- kata-kata
yang dipilih sesuai dengan laras bahasa yang digunakan.
Contohnya, laras bahasa
sains, laras bahasa undang-undang dan lain-lain.
Semasa menyemak diksi,
editor kopi mungkin perlu membuang atau menggantikan perkataan yang;
- tidak
tepat
- sukar
difahami
- tidak
tersusun dengan baik
- terlalu
umum atau samar
- terlalu
banyak
- bentuknya
tidak konsisten
- tidak
menarik dan tidak sesuai untuk pembaca
· Perbendaharaan
kata - Editor kopi perlu memastikan perbendaharaan kata tersebut sesuai dengan
peringkat dan golongan pembaca sasarannya.
· Tatabahasa
- Aspek-aspek tatabahasa yang digunakan dalam teks seperti:
- kata
terbitan
- kata
sendi
- kata
ganti singkat
- partikel
- unsur
imbuhan asing
- rangkai
kata setara
- hukum
DM
- kata
ulang
- kata
majmuk
Editor
kopi hanya perlu membaiki kesalahan dari segi tatabahasa tanpa mengubah gaya
asas atau idea yang hendak disampaikan oleh penulis.
· Pembinaan
Ayat dan Pemerengganan Dalam aspek ini editor kopi perlu melihat wujudnya:
- Kepelbagaian
dalam struktur dan panjang ayat sesuatu penulisan itu perlu mempunyai binaan
ayat aktif dan pasif.
- Ayat-ayat
yang berkesan, iaitu ayat-ayat yang tidak terlalu panjang, munasabah mengikut
urutan idea atau penekanan dalam ayat.
- Pembentukan
perenggan yang baik dan sesuai mengikut ideanya. Sebaik-baiknya setiap
perenggan membicarakan satu idea sahaja dan setiap idea hendaklah dihuraikan
dengan ayat-ayat gramatis, tepat dan berkesan. Panjang pendek sesuatu perenggan
bergantung pada sepanjang mana sesuatu idea dapat dihuraikan dengan sempurna.
Selain itu pastikan tidak terdapat ayat tergantung atau tidak lengkap, dan
ayat-ayat yang ditulis dalam bahasa yang berbelit-belit. Ayat tersebut haruslah
diperbaiki dan dipermudahkan, sekiranya perlu ditulis semula.
· Ejaan
- Pastikan perkataan dieja dengan betul. Kesalahan ejaan kadangkala boleh
menyebabkan kesalahan fakta. Contohnya, perkataan yang patut dieja sebagai
lancang menjadi lancung.
· Istilah
- Editor kopi perlu mengenal pasti istilah yang tidak tepat, tidak kemas kini
atau tidak selaras. Dalam hal ini, editor kopi perlu membaiki, mengemas kini
dan menyelaraskan penggunaannya.
· Gaya,
Editor kopi perlu mengambil perhatian terhadap gaya persembahan supaya menepati
dan selaras penggunaannya. Berikut perkara yang perlu diberi perhatian:
- Tanda
baca
- Singkatan,
akronim dan simbol
- Huruf
besar dan huruf condong
- Penomoran
- Cara/Gaya
penyampaiaan
3.PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Konvensi naskah
adalah penulisan sebuah naskah berdasarkan ketentuan, aturan yang sudah lazim,
dan sudah disepakati.
Berdasarkan
persyaratan formal ini, dapat dibedakan lagi karya yang dilakukan secara
formal, semi formal, dan non formal. Maksud secara formal adalah bahwa suatu
karya memenuhi semua persyaratan lahiriah yang dituntut konvensi. Maksud secara
semi formal adalah bahwa suatu karya tidak memenuhi semua persyaratan lahiriah
yang dituntut konvensi. Dan maksud secara non formal adalah bahwa suatu karya
tidak memenuhi syarat-syarat formalnya.
Persyaratan
formal yang harus dipenuhi sebuah karya tulis yaitu Bagian pelengkap
pendahuluan, isi karangan, bagian pelengkap penutup.
Berdasarkan
perkembangan bahasa Indonesia akhir-akhir ini, istilah penyuntingan
disepadankan dengan kata inggris “ editor “ atau “ redaktur . Kata yang pertama
diturunkan dari bahasa latin “ editor, edi “ yang berarti menghasilkan atau
mengeluarkan ke depan umum. Adapun kata yang ke dua juga dijabarkan dari
perkataan latin “ redigore “ yang bermakna membawa kembali lagi. Kedua
perkataan inggris tadi kemudian berkembang menjadi berarti, menyiapkan,
menyeleksi dan dan menyesuaikan naskah orang lain untuk penerbitan, dengan
catatan bahwa istilah editor lebih sering dipergunakan orang. Dengan demikian
istilah penyuntingan yang kini di populerkan di Indonesia merupakan istilah
yang di selangkan dengan istilah redaksi. Istilah yang terakhir ini sebelumnya
lebih sering di pakai orang berdasarkan hasil serapannya dari bahasa belanda “
Redactic”
3.2
Saran
Jurnalistik
merupakan ilmu terapan yang bisa didapatkan secara otodidak, kursus, baca, dan
latihan secara intensif. Namun jika hendak mendalaminya secara
keilmuan/akademis, tentu saja harus masuk pendidikan formal. Dalam jurnalistik
penyuntingan merupakan sebuah bagian atau proses dari terbitnya sebuah berita
atau sebagainya. Dalam mendalami tentang dunia jurnalistik terutama penyuntingan,
sangat dituntut pemahaman tentang penggunaan kaidah bahasa Indonesia. Karena
hal ini akan menunjang profesionalisme seorang penyunting. Selain itu,
pemahaman tentang teori atau ilmu tentang penyuntingan akan sangat bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
http://mywritingblogs.com/jurnalisme/xmlrpc.
(diakses pada tanggal 5 Maret 2008)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar